Para pengunjuk rasa menuntut agar bantuan tahunan sekira USD400 atau sekira Rp3,6 juta (Rp9.040 per USD), dicairkan seluruhnya. Selama ini hanya 30 persen dari jumlah bantuan itu yang diserahkan kepada mereka.
Dengan menggunakan karavan, sekira 50 penyandang cacat menempuh waktu 100 hari menuju kota La Paz. Sebagian besar dari mereka datang menggunakan kursi roda dan tongkat.
Uniknya, selama menempuh 1.500 kilometer perjalanan, mereka mendapatkan bantuan dari orang-orang yang ditemui di perjalanan. Tetapi begitu tiba di La Paz, polisi sudah menunggu mereka. Pengunjuk rasa pun memukuli para petugas polisi dengan tongkat penopang mereka sendiri.
"Sulit hidup dengan kondisi cacat pada tubuh. Bahkan suami kami meninggalkan kami, karena mereka merasa malu. Saya menghidupi empat anak sendiri, mencuci pakaian, menyeterika untuk orang dan melakukan apapun untuk bertahan," jelas seorang pengunjuk rasa Domitila Franco seperti dikutip BBC, Jumat (24/2/2012).
Memang warga yang memiliki kekurangan pada tubuh mereka amat sulit hidup di Bolivia, apalagi bila dalam kondisi miskin. Sebagian besar bangunan di Bolivia tidak memberikan akses kursi roda dan penyandang cacat tidak bisa pergi ke sekolah ataupun bekerja.